Ruang Hidup yang Dirampas itu Bernama Waduk Sepat

Kolase Perebutan Ruang oleh RakyatKolase Perebutan Ruang oleh Rakyat

Basundoro dalam bukunya Merebut Ruang Kota: Aksi Rakyat Miskin Kota Surabaya 1900-1960an berusaha memotret fenomena Kembang Kuning dari sudut pandang pertarungan akan eksistensi manusia dalam kebutuhan ruang. Ruang di sini merupakan ruang di mana manusia menjalankan konsep dirinya sebagai individu dan makhluk sosial. Pertarungan yang terjadi di Surabaya ternyata berlanjut hingga hari ini, sampai detik ini dua orang masyarakat Waduk Sepat tengah diperiksa oleh Polda Jatim lantaran mereka dituduh merusak fasilitas yang dimiliki oleh PT. Ciputra Surya. Lalu bagaimanakan sebenarnya konflik ini berlangsung, tulisan ini berusaha memotret perebutan ruang kota di era sekarang.

Solidaritas Masyarakat Surabaya Melawan Politik Impunitas

Kata impunity yang ada dalam bahasa inggris tidak ditemukan padanan kata dalam bahasa indonesia resmi. Kata impunity sendiri berasal dari bahasa latin impunitas yang berasal dari akar kata impune yang artinya tanpa hukuman.

ImpunitasImpunitas
Impunitas

Impunity dalam kerangka hukum internasional disini adalah ketidakmungkinan de jure atau de facto untuk membawa pelaku pelanggaran hak asasi manusia untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya baik dalam proses peradilan, kriminal, sipil, administratif atau indisipliner karena mereka tidak dapat dijadikan objek pemeriksaan yang dapat memungkinakan terciptanya penuntutan, penahanan, pengadilan dan apabila dianggap bersalah, penghukuman dengan hukuman yang sesuai, dan untuk melakukan reparasi kepada korban-korban mereka.

Tidak Usah Risau, Jurusan Sosiologi Semenyenangkan Itu Kok

Menyandang gelar mahasiswa barangkali menjadi sebuah kebanggaan bagi arek-arek sing jek tas melbu kampus. Sialnya, tidak semua jurusan memiliki stereotipe yang apik di mata masyarakat umum. Salah satunya jurusan Sosiologi.

Jurusan yang kerap tergabung dengan Fakultas FISIP ini sering mendapat ejekan dan cercaan dari sebagian umum masyarakat. Selain begok dalam hitung-hitungan, ada anggapan bahwa lulusan sosiologi bakal jauh dari akidah agama. Atau bahasa bekennya: kafir, atheis, gila, serta masih banyak lagi.

Ya gimana lagi, seyogianya kami anak Sosiologi diwajibkan belajar teori milik Karl Marx. Teori ini seringkali dihubungkan dengan kuminis, PKI, gerakan kiri, antiagama, kafir, dan masih banyak lagi.

Pembangunan di dalam Pembangunan (Kearifan Lokal Tak Boleh Hilang)

Kita tahu bahwa masyarakat kita sekarang ini hidup dalam kearifan mesin-mesin industrialisme, hingga kita tak pernah sadar bahwa kita sudah terlalu jauh menjalani kehidupan ini tanpa makna, kita butuh makna itu, dan apa yang sanggup memberi makna dalam kehidupan kita akan saya sebutkan pada penjelasan berikutnya, hanya saja saya akan memakai argumen Kuntowijoyo untuk menjelaskan hal itu.

Mitos Equality of Opportunity

Menerapkan prinsip keadilan, bagi John Rawls, berarti memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk mengembangkan serta menikmati harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Rawls yakin, suatu jaminan atas kebebasan yang sama bagi semua pihak adalah jalan, khususnya bagi mereka yang kurang beruntung (mereka yang tidak memiliki kemampuan yang cukup atau yang secara sosial berada dalam posisi marginal), untuk berjuang meningkatkan hidupnya sebagai manusia. Dengan kata lain, keadilan sosial akan ditegakkan apabila setiap orang memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk menikmati berbagai nilai dan manfaat sosial dasar yang tersedia di dalam masyarakat (Ujan 2001, 23–24). Pandangan seperti ini dikenal dengan equality of opportunity.

Sosialisasi dan Pembentukan Diri

Sosialisasi merupakan proses yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Tidak mungkin membayangkan masyarakat manusia tanpa proses sosialisasi. Letak penting proses sosialisasi adalah fungsinya sebagai media belajar bagi masyarakat untuk memahami dan membentuk dunianya. Tanpa sosialisasi, manusia lebih mirip sebuah benda daripada seorang pribadi yang utuh. Melalui sosialisasi, manusia belajar berkomunikasi satu sama lain dan menyampaikan makna-makna.

Manusia tidaklah terlahir dengan membawa perbekalan pengetahuan bersamanya. Ia lahir dalam kondisi tidak tahu apa-apa. Orang-orang terdekatnya kemudian mengenalkan makna kata-kata kepadanya sehingga dia mulai belajar memahami apa yang ada di sekitarnya melalui makna kata-kata. Ia juga belajar mengenal nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat melalui keluarga dan lingkungan pergaulan. Proses inilah yang disebut dengan sosialisasi.

Politik Hibrid: Simulasi Politik Melalui Media Virtual

Saat ini politik berada dalam kegalauan ontologis.  Istilah Kegalauan Ontologis saya adopsi dari Yasraf A. Pilang, seorang akademisi sekaligus seniman yang konsen pada kajian-kajian Cultural Studies yang bernuansa postmo. Istilah tersebut mengacu kepada keterbauran atau hilangnya batas-batas antara "Ada Politik" dengan "Ada Citra". Batas-batas ontologis keduanya mengalami persilangan sehingga dua entitas tersebut kehilangan keaslian dan realitasnya. Dalam artian terjadi hibriditas (kontaminasi) Politik oleh entitas-entitas yang berada diluar dirinya.

McDonaldisasi Tubuh: Tubuh, Pasar, dan Politik

Saya akan memulai artikel ini dengan asumsi, bahwa, saat ini politik mengalami Hibriditas (kontaminasi/perkawinan) dengan berbagai entitas yang berada di luar dirinya, bahkan bukan dirinya, yang mengatarkan dunia politik menjadi dunia abu-abu, sebuah dunia tanpa kejelasan. Oleh karena itu, pada artikel ini kita akan mencoba menemukan relasi, tepatnya pembauran antara politik, tubuh, dan pasar (kapitalis).

Sociology of Food: Perspektif Marx, Durkheim, dan Feminism

Para sosiolog memiliki cara pandang unik dan beragam dalam melihat realitas sosial, termasuk soal makanan.  Sebagaimana pembahasan kita sebelumnya (Baca: Sociology of Food: You Are What You Eat!), makanan bukan melulu soal rasa, tetapi terutama soal nilai-nilai sosio-kultural sebuah masyarakat. Marx menyebut commodiy fetishism sebagai bagian dari karakter masyarakat kapitalis. Melalui kacamata Durkheim, kita bisa melihat makanan sebagai sebuah totem. Semantara feminist perspective melihat makanan sebagai bagian dari proses gender segregation.

Sociology of Food: You Are What You Eat!

Tahukah kamu, berapa banyak buku yang harus kamu baca, berapa teori yang harus kamu kuasai, atau berapa lama waktu yang harus kamu habiskan di bangku kuliah untuk dapat memahami dengan baik karakteristik sebuah masyarakat? Tidak, tidak, tidak..., kamu tidak memerlukan itu semua. Kamu hanya perlu membeli sepotong ayam goreng KFC. Pilih bagian paha, itu selalu lebih lezat. Percayalah...smile

Tentang Kami

Rumah Sosiologi adalah komunitas independen tempat nongkrong para pecinta sosiologi seluruh Indonesia. Jangan lupa follow akun kami untuk mendapat update terbaru:

Ingin berkontribusi?

Hobby nulis? Punya info menarik soal jurnal, ebook, atau apapun yang berkaitan dengan sosiologi? Share donk di sini, daripada ditimbun, ntar basi :D. Baca CARA & PEDOMAN MENULIS.

Cari Artikel di Sini