Sepak Bola dalam Gengaman Revolusi Industri

Sepak bola dalam satu dekade terakhir telah perlahan berubah wajah dari yang dulu begitu humanis dengan kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh manusia biasa (wasit), sekarang menjadi sebuah industri yang menuntut sebuah presisi dengan sedikit kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia dengan sokongan teknologinya. Sepak bola seakan menjadi manifestasi maskulinitas dalam revolusi industri 4.0 saat ini.

Rakyat Jelata dalam Genggaman Kota yang Meraksasa

Kita tidak bisa menukilkan, bahwa perkembangan kota yang meraksasa dan infrastruktur yang memadai merupakan jawaban kita mengenai konsep kesejahteraan yang kita deskripsikan selama ini, namun kita tidak bisa menafikan pula bahwa pada setiap kesejahteraan yang terukir dalam keberlangsungan sejarah, dibaliknya tersusun beribu-ribu tetesan air mata dan darah yang seharusnya patut kita pertimbangkan. Hal itu tidak hanya berhenti pada perjuangaan Indonesia untuk menggapai kemerdekaan, melalui butir-butir darah pejuang yang menetes ketanah, namun pengorabanan semacam itu juga patut kita pertanyakan dalam proses beranjaknya Indonesia menjadi negara yang bisa di katakan “maju”, di mana tangis-tangis kemiskinan masih mengisi pelosok-pelosok negeri ini.

Sepak Bola; Jalan Alternatif Menuju Surga

Riuh Piala Dunia 2018 di Rusia telah perlahan melenyap dengan berbagai suguhan aksi berkelas pemain di lapangan. Yap, piala dunia edisi ke-21 FIFA ini merupakan kali pertama yang dihelat di dua benua sekaligus. Saking luasnya Rusia yang membentang dari timur Eropa hingga Utara Asia, menjadikan piala dunia edisi ini sebagai termahal dalam sejarah penyelenggaraan piala dunia. Dalam informasi yang dihimpun penulis, biaya penyelenggaraan piala dunia edisi ke-21 ini mencapai USD 14 miliar atau setara Rp 199,3 triliun dengan kurs 1 USD = Rp 14.293. Apakah begitu mahal? Ah tidak, kita saja yang belum terbiasa melihat uang dengan nominal sebanyak itu.

Ilmu Sosial Profetik - Paradigma Islam

Ngaji buku bareng. Edisi kali ini baca buku Kuntowijoyo, Paradigma Islam, bab 18: "Perlunya Ilmu Sosial Profetik"

 

Relasi Agama & Modernitas: Menggugat Teori Sekularisasi

Tulisan ini hendak mengkaji relasi agama dan modernitas dalam konteks teori sekularisasi. Kritik metodologis atas teori sekularisasi menjadi konsentrasi utama dalam tesis ini. Dalam kaitannya dengan persoalan ini, menarik untuk dikaji sebab-sebab metodologis yang menyebabkan teori ini pada akhirnya menemui kegagalan.
 
Konsep dasar teori sekularisasi terangkum dalam tiga tesis: pertama, proses modernitas sesungguhnya menyebabkan terjadinya kemerosotan relijiusitas dalam kehidupan manusia. Kedua, Sekularisasi juga meniscayakan terjadinya privatisasi agama. Modernitas yang mengusung panji-panji rasionalitas akan mendepak agama dari wilayah publik dan mempersempit ruang geraknya menjadi tak lebih dari urusan privat. Ketiga, modernitas memberikan pilihan-pilihan yang sangat beragam pada masyarakat untuk mendefinisikan dunia. Agama tidak bisa lagi memiliki privilege sebagai satu-satunya penguasa atas definisi dunia. Agama harus masuk dalam situasi pasar dan bersaing dengan lawan-lawan relijius lain dan nonrelijius untuk memasarkan definisinya atas dunia.

Etnometodologi

Mengenal Etnometodologi

Bagi para teoritisi Etnometodologi, sosiologi tradisional memahami dunia sosial yang dikontruksinya dengan menyembunyikan atau bahkan menghilangkan praktik-praktik sehari-hari sebagai aspek paling esensial dari rujukan sumber penegetahuan sosial (etnometode). Maka dari itulah, para etnometodogi menganggap bahwa para sosiolog itu membuat  pelukisan dan abstraksi-abstraksi atas realitas yang semakin menyesatkan dari realitas sehari-hari.

Bagaimana Memahami Konsep Fungsi-Disfungsi Merton? (Bag-1)

Salah satu konsep penting yang dikemukakan Robert K. Merton adalah konsep fungsi dan disfungsi beserta turunannya (manifes dan laten). Konsep ini kemudian menempati posisi cukup sentral dalam teori fungsionalisme struktural. Hanya saja, di Indonesia konsep ini seringkali disalahpahami. Sebabnya simple: kesalahan pemilihan kata dalam pengalihbahasaan dari Inggris ke Indonesia.1)

Keberagamaan Positivistik

Tulisan ringan ini berangkat dari satu asumsi utama, bahwa positivisme bukan sekedar sebuah mazhab ilmu pengetahuan tapi sudah menjadi bagian dari kesadaran hidup manusia sehari-hari. Positivisme bahkan telah merambah kesadaran hidup manusia yang paling primordial: agama. Melalui logika kuantifikasi dan reifikasi, positivisme mewujud dalam beragam bentuk ekspresi keberagamaan.

Teori Pilihan Rasional

Coleman, tidak ragu-ragu untuk berargumen bahwa pendekatan itu beroperasi dari  suatu dasar di dalam individualisme metodis dan menggunakan teori pilihan rasional sebagai dasar level mikro untuk penjelasan fenomena-fenomena level makro. Bahkan yang lebih menarik ialah apa yang dirasakan pendekatan Coleman tidak “menyenangkan”.

Karya yang holistik secara metodologis, mengambang pada level sistem tanpa jalan lain menuju para aktor yang menghasilkan sistem itu dengan tindakan-tindakannya .... pandangan akan tindakan sebagai semata-mata ekspresif, pandangan akan tindakan sebagai hal yang irasional dan juga sebagai tindakan yang seluruhnya di sebabkan oleh kekuatan-kekuatan dari luar tanpa inter mediasi maksud atau tujuan. Ia menyisihkan karya empiris yang dilaksanakan secara luas didalam ilmu sosial ketika prilaku individu “dijelaskan dengan faktor-faktor tertentu atau faktor-faktor penentu tanpa model  tindakan apapun. (Coleman, 1989: 6).

Kompleksitas Persoalan Seksual Masyarakat Modern

Apa yang akan terjadi jika naluri seksual manusia dikawinkan dengan teknologi komputer? Absurditas makna seksual. Itu yang bakal terjadi, bahkan telah terjadi. Seksualitas menjadi sepotong realitas yang ditransformasikan melalui jaringan kabel, membentuk dunia maya. Kita mengenalnya dengan cyberspace dan realitas seksual maya yang ditawarkannya kita sebut dengan cybersex. Seks menjadi online, dapat diakses oleh siapapun tanpa mengenal batasan umur. Dahulu, hubungan seks hanya dapat dibayangkan terjadi melalui kontak fisik secara langsung. Keberadaan internet dengan cybersexnya menjadikan kontak fisik bukan lagi satu-satunya cara mengakses kenikmatan seksual. Internet memungkinkan perengkuhan kenikmatan seksual melalui dunia maya, sebuah kenyataan yang bernar-benar semu, virtual reality of sex.

Tentang Kami

Rumah Sosiologi adalah komunitas independen tempat nongkrong para pecinta sosiologi seluruh Indonesia. Jangan lupa follow akun kami untuk mendapat update terbaru:

Ingin berkontribusi?

Hobby nulis? Punya info menarik soal jurnal, ebook, atau apapun yang berkaitan dengan sosiologi? Share donk di sini, daripada ditimbun, ntar basi :D. Baca CARA & PEDOMAN MENULIS.

Cari Artikel di Sini