Saya akan memulai artikel ini dengan asumsi, bahwa, saat ini politik mengalami Hibriditas (kontaminasi/perkawinan) dengan berbagai entitas yang berada di luar dirinya, bahkan bukan dirinya, yang mengatarkan dunia politik menjadi dunia abu-abu, sebuah dunia tanpa kejelasan. Oleh karena itu, pada artikel ini kita akan mencoba menemukan relasi, tepatnya pembauran antara politik, tubuh, dan pasar (kapitalis).
Ketakjelasan dunia politik saat ini, bukan berarti menghilangkan fakta-fakta kuasa di balik berbagai persilangan, persinggungan, dan keterbauran serta serbuan parasit terhadap dunia politik. Justru parasit-parasit itu menjadi asupan bagi politik untuk semakin menggila, semakin menjahat, semakin amoral. Bahkan membuat politik semakin "sakti", karena mampu bermutasi dan beradaptasi ke dalam berbagai bentuk, rupa, dan wujud. Sehingga kegilaan dan amoralitas politik akan tersamarkan dan tampak baik di hadapan khalayak.
Di sinilah pentingnya refleksi radikal membaca dunia politik untuk menemukan simpul-simpul kuasa dibalik perselingkuhan yang tak berkesudahan antara dunia politik dengan entitas di luar dirinya, yakni tubuh dan pasar. Dalam hal ini pasar kapitalis, khususnya sarana konsumsi semisal mall, restoran cepat saji (KFC dan McDonald) dan semua yang serupa dengannya, di mana orang-orang bisa dengan mudah mengakses jasa dan barang-barang konsumsi.
Kalau dulu-dulunya, seksualitas/tubuh (baca: perempuan) melulu mengalami penindasan dan subordinasi. Saat ini tubuh perempuan mengalami pembebasan, yah, pembebasan semu. Tubuh, kecantikan, dan keseksian tubuh, menjadi media (tepatnya alat) untuk mendongkrak keuntungan dalam pasar kapitalis. Contohnya, parodi para pekerja pada sarana konsumsi semisal mall, yang sebagian besarnya adalah perempuan, tidak hanya sekedar perempuan, melainkan perempuan+seksi.
Perempuan-perempuan ini kalau tidak ingin dikatakan tereksploitasi, keseksian tubuh mereka menjadi pajangan terdepan bersama komoditas atau produk-produk Kaisar Pasar (baca: pemodal) yang mereka pasarkan sendiri. Tubuh mereka terbendakan. Dalam hal ini, tubuh-tubuh itu dipajang layaknya benda-benda jualan itu sendiri. Bahkan bukan hanya terbendakan, tubuh-tubuh itu juga mengalami alienasi (keterasingan), tubuh-tubuh itu digunakan untuk memasarkan produk tapi mereka tidak memiliki relasi dengan produk itu.
Ada alienasi (keterasingan) tepatnya keterpisahan antara "tubuh yang kerja dan produk yang dipasarkan". Konkretnya mereka memasarkan barang mewah tapi mereka sendiri tidak bisa memiliki barang mewah itu, karena upah kerja yang begitu rendah. Misalnya sales mobil mewah, apakah sales mobil itu dengan serta merta bisa memiliki mobil itu? tidak! Jadi, tubuh-tubuh kelihatannya bebas, tapi pada hakikatnya sedang terpenjara (dikontrol) oleh sabda-sabda atas nama efisiensi dan prediktabilitas Kaisar Pasar.
Mereka dipekerjakan bukan dengan kebebasan, mereka bekerja dalam kontrol logika "rasionalitas formal" Weberian. Seperti yang tampak dalam sistem pembagian kerja dalam birokrasi. Atau dalam narasi Ritzer, disebut, manusia-manusia yang ter-McDonaldisasi, seperti penerapan sistem kerja dalam sarana konsumsi pada restoran cepat saji yang berorientasi pada efisiensi, prediktabilitas, kuantitas, dan penerapan teknologi non-manusia.
Jadi, istilah McDonaldisasi disini bukan mengacu pada merek makanan tertentu, melainkan merujuk pada penerapan sistem rasional formal dalam ruang-ruang "Sarana Konsumsi" layaknya mall dan restoran cepat saji.
Maka pertanyaannya, rasionalitas itu milik siapa? Ya tentu milik Kaisar Pasar karena mereka yang mendikte para pekerja dengan segala aturan main yang mereka buat sendiri tanpa ada tawar-menawar dengan para pekerja. Sedang para pekerja irasional karena bekerja secara layaknya mesin otomatis yang harus nurut/ikut kemauan Kaisar Pasar.
Dari sanalah kita dapat melihat secara jelas simpul-simpul hubungan tak berkeadilan atau kemesraan semu dalam pasar kapitalis (Sarana Konsumsi) dengan tubuh/seksualitas. Lalu di mana letak hubungan (politik, tubuh, dan Pasar)? penulis akan menjawabnya pada artikel selanjutnya.
DISCLAIMER
|