Saat ini berbagai negara di belahan dunia sedang menghadapi musuh yang tak terlihat. Begitu pun juga dengan negara kita yang sedang menghadapi virus berbahaya yang telah masuk mulai awal bulan Maret 2020 lalu, yakni virus corona yang hingga akhirnya menyebar dengan cepat ke seluruh pulau di Indonesia. Masyarakat pun diminta untuk tetap di rumah dan melakukan segala pekerjaan di rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah guna memutus rantai penyebaran covid 19. Dalam keadaan yang darurat ini, agama pun ikut berperan dalam masyarakat guna menghadapi akibat-akibat dari virus corona.
Pandemi covid 19 ini mengakibatkan berbagai dampak negatif yang muncul di tengah masyarakat, salah satunya di bidang ekonomi. Tidak hanya masyarakat kurang mampu saja, tetapi semua pihak juga merasakan akibat dari virus corona. Perekonomian mengalami penurunan sebab mayoritas aktifitas ekonomi berhenti total. Kondisi di tengah wabah covid 19 berdampak pada mayoritas masyarakat tidak mendapatkan penghasilan. Hal ini mengakibatkan munculnya atau bertambahnya kemiskinan di kalangan masyarakat.
Dalam konsteks ini, agama lalu menjadi sasaran keluhan masyarakat yang merasa tertekan dengan kenyataan sosialnya. Dengan kata lain agama hanya sebagai pelampiasan dan merupakan bentuk dari penderitaan ekonomi yang lain sekaligus protes melawan penderitaan yang nyata.
Menurut Marx dalam teori alienasi, agama adalah akibat dari posisi masyarakat yang terasingkan secara ekonomi. Agama lahir dari hakikat egoisme manusia yang memiliki keinginan tak terbatas karena memang manusia itu tidak pernah merasa cukup. Maka muncullah agama bukan karena iman, bukan lagi semata-mata terkait dengan persoalan ketuhanan, kepercayaan, keimanan, pedoman hidup dan seterusnya, akan tetapi hanya untuk memenuhi keinginan manusia atau egoisme manusia. Penderitaan ekonomi membuat orang tidak memiliki pilihan lain, sehingga mencurahkannya ke dalam agama.
Bagi Marx, agama adalah sebuah ilusi (M.Misbah, Jurnal Komunika,7,Mei 2020:198). Dengan demikian, agama tidak lebih dari halusinasi sesaat, atau dengan kata lain, hanya untuk menenangkan batin dan jiwa. Masyarakat dalam kondisi perekonomian yang merosot ini akhirnya membuat mereka mengasingkan diri ke dalam agama. Agama merupakan refleksi keterasingan manusia semata yang mencoba untuk menghindarkan dirinya dari penderitaan sosial, karenanya agama hanya menjadi candu masyarakat yang hanya memberi penenang sementara, semu dan tidak mampu membongkar dan menghilangkan kondisi-kondisi yang menimbulkan penderitaan. (Karl Marx, 1818 – 1883).
Lalu mengapa manusia sampai mengasingkan diri ke dalam agama? Menurut Marx, kondisi-kondisi materiallah yang membuat manusia mengasingkan diri dalam agama. Yang dimaksud dengan kondisi material adalah proses-proses produksi atau kerja sosial dalam masyarakat. Mereka berpikir karena sudah tidak ada yang diharapkan di dunia ini, akhirnya mereka menciptakan kesadaran palsu yang mereka percaya nantinya dapat memberikan kebahagiaan, kedamaian dan kesejahteraan. Agama menjadi ilusi manusia karena keadaannya. Karena masyarakat merasa semua yang terjadi adalah takdir dan merasa berserah diri kepada tuhan cukup untuk mengatasi semua.
Menurut Marx, sebagaimana dikutip oleh Hakim (2008:386), agama adalah candu bagi masyarakat, karena agama mempengaruhi masyarakat untuk tidak mengatasi kesulitan sosial ekonominya. Karena ajaran agamalah maka rakyat menerima saja nasib buruk mereka dan tidak tergerak untuk berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan.
Akan tetapi, agama dalam praktek masyarakat, tidak selalu sama dengan apa yang dipikirkan Marx. Agama kerap menjadi spirit bagi banyak orang untuk melakukan perubahan, salah satunya menggalang solidaritas untuk penanganan covid 19. Saat ini banyak yang sudah melakukan perubahan untuk saling membantu sesama dalam keadaan yang sulit ini. Seperti yang dilakukan Nadhatul ulama yang mendistribusikan 19.000 paket sembako di Probolinggo guna menguatkan ketahanan pangan masyarakat. Tidak hanya itu PBNU juga memberikan bantuan kepada warga yang rentan terdampak kebijakan penanggulangan covid 19 antara lain membagikan nasi kotak dan bahan pangan pokok kepda pengemudi ojek, angkutan umum, dan taksi. Muhammadiyah juga ikut serta dalam menangani covid 19 dengan luncurkan Senarai Perilaku Masa Pnademi Covid 19 (Sikuvid) dan Senarai Kecemasan Diri Masa Pandemi Covid 19 (Sikevid), dua senarai itu digunakan sebagai alat untuk mengukur kondisi kesehatan fisik dan psikis masyarakat ditengah wabah covid 19.
Jadi dalam menghadapi dampak negatif virus corona pada aspek ekonomi masyarakat, peran agama sangat diperlukan untuk menjadi salah satu solusi, dengan catatan harus dilakukan dengan cara yang benar, sehingga dapat memberikan dampak positif, baik secara jasmani dan rohani. Jangan kita gunakan agama hanya sebagai penenang sementara tanpa tahu orientasi ke depan yang akan dilakukan. Jadikan agama sebagai jembatan untuk menghadapi masalah yang ada.
DISCLAIMER
|