Keberagamaan sebagian masyarakat kita kerap menjadi problem tersendiri di tengah upaya terus-menerus untuk menghentikan atau mengurangi laju penyebaran pandemi covid-19. Sebagian pemeluk agama bahkan meyakini bahwa virus covid-19 ini memilih-milih korban berdasar agamanya. Sebagian lain bersikap pasrah sepenuhnya pada kehendak Tuhan tanpa mengindahkan protokol kesehatan sebagai upaya preventif agar tidak ikut tertular.
Masyarakat kota dan desa sama sama memiliki asa untuk hidup tentram dan sejahtera, untuk mengupayakan kesejahteraan, di dalam kedua kelompok masyarakat tersebut terdapat takaran yang sedikit berbeda yaitu masyarakat kota condong merasa sejahtera jika ia memiliki harta benda yang dapat di gunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya serta memiliki banyak uang, demikian membuat mereka merasa ada serta dengan demikian pula mereka merasa cukup sejahtera.
Ketika mendengar kalimat perkotaan yang terlintas dalam benak dan pikiran kita adalah suatu tempat yang sangat maju dan modern dibandingkan pedesaan, namun apabila dilihat dari sisi sosial masyarakat di perkotaan lebih cenderung bersifat individualis ketimbang masyarakat pedesaan, tak jarang hal tersebutlah yang mengakibatkan angka kemiskinan di perkotaan lebih banyak daripada di pedesaan.
Tingginya arus urbanisasi yang dilakukan pada setiap tahunnya menyebabkan banyak area kumuh (slums) dan pemukiman liar (squatter) di perkotaan karena banyak yang menganggap bahwa kehidupan di kota lebih baik daripada di desa. Namun hal tersebut malah menjadikan perbedaan status sosial yang tinggi karena sering kali warga yang tinggal di area kumuh masuk dalam kategori masyarakat miskin kota.
Selain berfungsi sebagai jalan penuntun ummat manusia, agama juga sebagai penuntun penganutnya untuk mencapai ketenangan hidup dan kebahagiaan di dunia maupun kehidupan darul baka. Agama menurut C. Geertz merupakan (1) a system of symbols, (2) yang punya fungsi psikologikal, (3) kultural, (4) sosial, (5) sehingga moods dan motivations itu nampak seolah-olah realistik (Marzali:2016) .
Namun di era modern ini masyarakat Indonesia khususnya masyarakat perkotaan sudah mulai akrab dengan munculnya produk-produk yang bermuatan komodifikasi agama, yang banyak mendominasi dan bisa bersaing dengan pasar global. Artinya, agama yang awalnya berfungsi sebagai cara bertingkah laku, sebagai sistem kepercayaan atau sebagai emosi yang khusus (J. H. Leuba), kini mempunyai pelebaran atau pergeseran fungsi.
Ada yang unik dari tradisi nyadran di dusun Krecek. Di dusun ini, upacara nyadran dilakukan secara bersama-sama oleh tiga agama sekaligus: Islam, Kristen dan Buddha. Nyadran sendiri adalah serangkaian upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Kata Nyadran sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Sraddha yang berarti keyakinan. Rangkaian tradisi Nyadran biasanya berupa bersih-bersih makam, tabur bunga, dan puncaknya adalah kenduri atau selamatan di makam leluhur.
Berbagai masalah muncul akibat dari penyebaran virus corona seperti masalah kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial, pariwisata bahkan dalam ranah keagamaan. Dalam dunia pendidikan, pandemi covid menyebabkan munculnya problem underrepresentation bagi kaum miskin yang merupakan kelas minoritas dalam perekonomian.
Indonesia termasuk dalam negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Tentunya masyarakat Indonesia antusias dalam menyambut bulan Ramadhan dengan berbagai cara, bentuk maupun tradisi. Ramadhan atau disebut juga dengan istilah bulan puasa merupakan bulan yang ditunggu-tunggu bagi umat Muslim. Karena pada bulan ini, masyarakat percaya bahwa semua amalan baiknya akan dilipat gandakan pahalanya dan diampuni dosanya oleh Allah SWT apabila menunaikan ibadah puasa dengan penuh selama satu bulan dan dengan hati yang ikhlas. Antusias masyarakat dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan tentunya berbagai macam. Mulai dari mempersiapkan mental fisik secara pribadi dan juga lingkungan sekitar masyarakat.
“Perubahan dalam kehidupan adalah hal yang pasti”, begitu kiranya kita menyikapi kemajuan teknologi informasi yang menjadi salah satu aspek dari adanya globalisasi. Sama halnya jika dikaitkan dengan mewabahnya virus Corona, virus yang penyebarannya sangat cepat dan setiap orang memiliki potensi penularan yang sama, kiranya perlu ada perubahan di berbagai aspek.
Saat ini berbagai negara di belahan dunia sedang menghadapi musuh yang tak terlihat. Begitu pun juga dengan negara kita yang sedang menghadapi virus berbahaya yang telah masuk mulai awal bulan Maret 2020 lalu, yakni virus corona yang hingga akhirnya menyebar dengan cepat ke seluruh pulau di Indonesia. Masyarakat pun diminta untuk tetap di rumah dan melakukan segala pekerjaan di rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah guna memutus rantai penyebaran covid 19. Dalam keadaan yang darurat ini, agama pun ikut berperan dalam masyarakat guna menghadapi akibat-akibat dari virus corona.
Gerakan sosial dapat muncul akibat interaksi dari unsur-unsur yang ada pada fenomena sosial. Unsur yang dimaksud memiliki berbagai macam bentuk, seperti aksi sukarela, asosiasi sukarela, professionalized reform, kepentingan kelompok, kebijakan sosial negara, partai politik, perubahan sosial, media massa, discourse & ideology, opini public, perilaku kolektif dan aksi individu (Arya Seta mohammad, dkk, 2017).