Bulan Ramadhan ini terasa sangat berbeda dari tahun sebelumnya, pasalnya warga dunia, termasuk Indonesia, tengah berjuang melawan virus Corona. Hal ini menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan dengan menerapkan pola hidup baru, yaitu social distancing, pembatasan interaksi sosial, yang diwujudkan dengan beraktivitas di rumah, menggunakan masker jika keluar rumah, dan keluar rumah jika keadaan mendesak saja. Selain itu juga diadakan karantina individu dengan kondisi tertentu, hingga karantina wilayah.
Hal ini tentunya juga berdampak terhadap tradisi di bulan Ramadhan, yang biasanya buka bersama di masjid, atau buka bersama teman-teman, shalat tarawih beramai-ramai, sekarang hanya bisa dilaksanakan bersama keluarga di rumah saja. Tetapi hal ini juga berdampak positif, yaitu dapat mendekatkan kita dengan keluarga, yang tadinya sibuk berkegiatan di luar rumah, kini dapat bercengkrama kembali dengan keluarga.
Tetapi, masih saja banyak orang yang tetap nekad untuk pergi menghabiskan waktu di luar rumah. Bahkan mereka keluar tanpa menggunakan masker, seperti tidak mengkhawatirkan keselamatan nyawanya. Dengan santainya, mereka malah asyik nongkrong seperti tidak menghiraukan sama sekali apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mereka menganggap remeh virus Covid ini, bahkan ada yang mengatakan “Nggak papa yakin aja, toh nyawa juga di tangan Tuhan” celetuk salah satu warga di desa saya. Tentu saja, banyak orang meyakini bahwa urusan nyawa sudah ada yang mengatur, tetapi orang tetap perlu menjaga kesehatan agar terhindar dari virus mematikan ini. Puasa kali ini mengajak orang untuk mengingat kembali bahwa ada kekuasaan yang lebih tinggi, dibandingkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia seakan diajak memikirkan kembali ketidakberdayaannya sebagai manusia, dengan adanya penyakit ini yang bisa membunuh kapan saja.
Sesungguhnya, perilaku manusialah yang menentukan apa yang akan mereka jalani di masa depan. Misalnya dengan kita melakukan social distancing, maka kita sudah mengurangi angka kematian yang terjadi di Indonesia karena pandemi ini. Selain itu kita juga sudah meringankan team medis yang tengah berjuang merawat pasien Covid hingga mengorbankan nyawanya. Bahkan sebagaimana yang kita tahu, dokter yang menemukan virus ini pun juga dinyatakan telah meninggal dunia. Oleh karena itu kita sebagai masyarakat patut menjalankan apa yang telah diputuskan oleh pemerintah.
Saat ini banyak sekali orang-orang yang kehilangan pekerjaannya karena terhalang untuk keluar rumah, sehingga mereka sangat membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan bekerja sama, maka beban menjadi lebih ringan. Di tahun 2020 ini banyak sekali tantangan yang harus kita lewati, yaitu mulai dari bencana terjadi dimana-mana, termasuk isu-isu tidak jelas, seperti bahwa 15 Ramadhan akan terjadi ledakan (peristiwa dukhan), bahkan sampai menghentikan aktivitas di luar rumah demi melawan virus mematikan ini. Banyak sekali kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan di bulan Ramadhan harus ditunda karena adanya wabah ini, misalnya adalah ngabuburit, yaitu istilah yang biasanya dipakai oleh umat muslim di Indonesia, yang tujuannya adalah untuk menunggu datangnya waktu berbuka, yang kini sudah tidak bisa dilakukan. Bagi sebagian orang, waktu ngabuburit dimanfaatkan untuk berjualan berbagai macam menu makanan, guna menyalurkan hobby ataupun untuk mencari tambahan penghasilan. Hilangnya kegiatan ngabuburit ini merupakan kesedihan yang tak terelakan.
Meskipun demikian, terdapat hikmah yang dapat dipetik oleh masyarakat atas terjadinya pandemi virus mematikan ini, diantaranya yaitu polusi udara semakin berkurang, dikarenakan semakin sedikitnya orang-orang yang beraktivitas di luar. Selain itu, kita juga bisa semakin dekat dengan keluarga di rumah, karena sebelum adanya pandemi ini kita lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah bersama rekan-rekan atau teman kuliah/kerja. Selain itu, pandemi ini mengajari masyarakat untuk lebih pandai menjaga kebersihan diri.
DISCLAIMER
|