Teori Fenomenologi dan Relevansinya Terhadap Studi Hadis

Satu-satunya yang dapat kita ketahui adalah yang secara langsung dapat diamati dan  dialami. Kehidupan manusia tidak hanya sekedar apa yang tampak saja, namun yang tampak itu memiliki makna atau ada realitas lain dari yang tampak atau bisa di katakan dengan di luar yang tampak (logika transendensi), sehingga dengan begini kita tidak mudah dalam menghukum seseorang.

Teori Fenomenologi

Fenomenologi Adalah studi mengenai bagaimana manusia mengalami kehidupannya di dunia. Teori ini melihat objek dan peristiwa dari perspektif orang yang mengalami. Realitas dalam fenomenologi selalu merupakan bagian dari pengalaman sadar seseorang. Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phainomai, yang berarti  ‘menampak’ dan phainomenon merujuk ‘pada yang menampak’. Phenomenom juga dapat diartikan sebagai Kemunculan suatu objek, peristiwa atau kondisi dalam persepsi seorang individu. (Baffie, 2013: 1)

Fenomenologi sebagai sebuah metode riset sering dikatakan memiliki kemiripan dengan studi naratif dan etnografis. Bedanya, fenomenologi berupaya mengungkap esensi universal dari fenomena yang dialami secara personal oleh sekelompok individu. Dalam artian bahwa Fenomenologi menggunakan pengalaman sebagai cara untuk memahami sesuatu. Orang mengetahui pengalaman atau peristiwa dengan cara mengujinya secara sadar melalui perasaan dan persepsi yang dimiliki orang bersangkutan. (Baffie, 2013: 1)

Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrickh Lambert.  Meskipun pelopor fenomenologi adalah Edmund Husserl. Ahli teori sosiologi-fenomenologi yang paling terkenal dan menonjol adalah Alfred Schutz, seorang murid Husserl yang berimigrasi ke Amerika Sarikat setelah munculnya fasisme di Eropa. Dia muncul di bawah pengaruh filsafat pragmatis dan interaksionisme-simbol. Dalam karya klasiknya yang berjudul The Phenomenology of teh Social World, bagaimanapun dia tertarik dengan penggabungan pandangan-pandangan fenomenologi dengan sosiologi melalui kritik sosiologis terhadap karya Weber. (Craib, 1994: 128)

Dia mengatakan bahwa redaksi fenomenologis, mengesampingkan pengetahuan kita tentang dunia, meninggalkan kita dengan apa yang ia sebut sebagai suatu “arus-pengalaman” (stream of experience). Sebutan fenomenologis berarti studi tentang cara di mana fenomena hal-hal yang kita sadari muncul kepada kita, dengan cara yang paling mendasar dari pemunculannya adalah sebagai suatu aliran pengalaman-pengalaman inderawi yang berkesinambungan yang kita terima melalui panca indera kita. Dengan mengesampingkan semua yang kita ketahui tentang meja  dan benda-benda lain di atasnya. (Craib, 1994: 128)

Fenomenologi menjadikan pengalaman sebenarnya sebagai ‘data utama’ dalam memahami realitas. Apa yang dapat diketahui seseorang adalah apa yang dialaminya. Contohnya, Jika ingin mengetahui apakah itu ‘cinta’, maka kita tidak akan bertanya pada orang lain, tetapi kita langsung memahami cinta dari pengalaman langsung dari diri kita sendiri.

Dalam Fenomenologi, proses interpretasi merupakan hal yang sangat penting dan sentral. Interpretasi adalah proses aktif pemberian makna dari suatu pengalaman. Pada tradisi semiotika, intrerpretasi merupakan hal yang terpisah dengan realitas, namun dalam fenomenologi, interpretasi merupakan realitas bagi setiap individu. Menurut pemikiran fenomenologi, orang yang melakukan interpretasi (interpreter) mengalami suatu peristiwa atau situasi, dan ia akan memberikan makna kepada setiap peristiwa atau situasi yang dialaminya. (Baffie, 2013: 2)

Kondisi demikian akan berlangsung terus menerus (bolak-balik) antara pengalaman dan pemberian makna. Setiap pengalaman baru, akan memberikan makna baru bagi dirinya, begitu seterusnya. Contoh : Seorang wanita yang ditinggal ayahnya sejak kecil karena orang tuanya bercerai. Pengalaman buruk dengan ayahnya  memberikan makna atau pengetahuan kepadanya mengenai pria, bahwa setiap pria itu jahat. Namun interpretasinya, mungkin akan berubah, ketika wanita itu menemukan pria yang sangat baik hati dan sangat memperhatikannya.

Dengan kata lain, interpretasinya akan berubah terus menerus sepanjang hidupnya, seiring dengan setiap pengalaman yang ditemuinya dengan setiap pria yang hadir dalam hidupnya. Yang perlu kita garis bawahi bahwa fenomenologi itu memusatkan perhatian pada pengalaman subyektif

Tujuan dari penelitian fenomenologis adalah mereduksi pengalaman individual terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut. Fenomenolog berupaya memahami esensi dari suatu fenomena. Dan juga bertujuan seperti yang dikemukakan oleh Husserl adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan”. (Ritzer dan Goodman, 2008: 6)

Relevansinya terhadap Studi Hadis

Dan bagaimana relevansinya terhadap studi hadis? yang pertama, sebagaimana yang diketahui bahwa fenomenologi mengacu pada pengalaman subyektif individu. Ini sangat relevan dalam studi hadis. kemunculan sebagian hadis kadang dipengaruhi atau berkaitan dengan pemaknaan subyektif sahabat Nabi. Seperti, hadis tentang celana “cingkrang”. Pada saat Abu Bakar bertanya tentang pakaiannya yang menjuntai sampai ke bawah, Nabi bilang bahwa itu tidak menjadi persoalan karena Abu Bakar tidak melakukannya dengan motif menyombongkan diri. Ini menunjukkan bahwa hadis tidak selalu berlaku sama bagi setiap orang. Hadis (Nabi) juga mempertimbangkan makna-makna subyektif dalam penetapan hukum melalui  hadis-hadisnya.

Kemudian yang kedua, bahwa dalam penelitian fenomenologis, seorang peneliti harus menunda ikut campurnya kepentingan-kepentingan pribadi dalam proses penafsiran data. Jika dikaitkan dengan studi hadis, maka prinsip penelitian fenomenologis ini menghendaki seorang peneliti hadis untuk menunda berbagai persepsi awal ketika hendak memahami hadis, dan membiarkan hadis mengungkapkan maknanya sendiri ke hadapan pembaca atau penafsir (ahli hadis), sehingga dengan ini menjadi landasan dengan adanya ikhtilaf ulama dalam memahami suatu hadis.

Selanjutnya yang ketiga, relevansinya terhadap Asbabul Wurud. Sejalan dengan mengapa suatu hadis itu muncul (Asbabul Wurud), sebab ketika nabi (aktor) mengamati masyarakat arab ketika itu mungkin saja nabi melihat kejanggalan-kejanggalan yang di lakukan masyarakat arab oleh karenanya muncullah hadis sebagai pedoman untuk membangun dan memperbaiki kehidupan masyarakat arab di kala itu yang dikenal dengan Jahiliyyah. Contoh hadis nabi tentang larangan berzina, hadis ini muncul karena nabi melihat adanya tradisi dan kebiasaan masyarakat arab ketika itu, oleh karenanya mucullah hadis tentang larangan zina. Tetapi perlu di garis bawahi bahwa Rasululullah tidak menggunakan teori ini dalam menyampaikan suatu hadis, hanya saja ini sejalan.

Dan yang terakhir, relevansinya terhadap Nasikh dan Mansukh. Sebagaimana yang di jelaskan di awal bahwa dalam fenomenologi, proses interpretasi merupakan hal yang sangat penting dan sentral. Interpretasi adalah proses aktif pemberian makna dari suatu pengalaman, Dengan kata lain, interpretasinya akan berubah terus menerus sepanjang hidupnya, seiring dengan setiap pengalaman yang ditemuinya dengan setiap pria yang hadir dalam hidupnya. Jadi ini relevan dengan konsep nasikh dan mansukh, dimana ketika hadis 1 yang berisi larangan terhadap perbuatan A, hadis itu muncul karena keadaan dan situasi masyarakat ketika itu. Setelah itu  datang pula hadis 2 yang berisi kebolehan perbuatan A tersebut, tentu dengan sebab keadaan dan situasi ketika itu pula. Di sanalah terjadi proses hadis 1 di nasikhkan oleh hadis 2. Sebagai contoh hadis tentang larangan perempuan datang ke pemakaman, setelah itu muncul hadis yang menasikhkan hadis larangan ke pemakaman yang berisi kebolehan bagi perempuan untuk ke pemakaman. Allahu a’lamu bi as-Showab....

Referensi

Craib, Ian. 1994. Teori Teori Sosial Modern Dari Parsons sampai Habermas. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Raevanoe Baffi, Muhammad. 2013. Teori Fenomenologi Komunikasi. Universitas Riau. Riau.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2008. Teori Sosiologi Modern. Predana Media. Jakarta

Rizki Ahmad
Penulis: Rizki Ahmad
Tentang Saya
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. Follow akun IG penulis: @rizky_1802

DISCLAIMER

  1. Penulis bertanggung jawab penuh atas tulisan (termasuk gambar atau konten lain) yang dikirim dan dipublikasikan di Rumah Sosiologi, kecuali bagian-bagian yang dirubah atau ditambahkan oleh redaksi.
  2. Jika ada pihak yang keberatan dengan konten tulisan (baik berupa teks, gambar atau video) karena berbagai alasan (misalnya, pelanggaran hak cipta, pencemaran nama baik, atau hal lain yang melanggar hukum), silahkan menghubungi kami melalui email rumahsos.id[at]gmail[dot]com.
  3. Lebih lengkapnya, silahkan baca halaman DISCLAIMER

Tentang Kami

Rumah Sosiologi adalah komunitas independen tempat nongkrong para pecinta sosiologi seluruh Indonesia. Jangan lupa follow akun kami untuk mendapat update terbaru:

Ingin berkontribusi?

Hobby nulis? Punya info menarik soal jurnal, ebook, atau apapun yang berkaitan dengan sosiologi? Share donk di sini, daripada ditimbun, ntar basi :D. Baca CARA & PEDOMAN MENULIS.

Cari Artikel di Sini