Kita semua mengetahui bahwa alam semesta ini memberikan apa yang manusia butuhkan, tanpa manusia berpikir, lantas apa yang diberikan manusia kepada alam?. Bukankah keseimbangan itu diperlukan didalam tatanan kehidupan? bukankah mengenal alam lebih dalam merupakan sebuah tuntutan peradaban?
Aristoteles didalam buku politics menyatakan bahwa “Tumbuhan disiapkan untuk kepentingan binatang dan binatang disediakan untuk kepentingan manusia“ (Sosiologi lingkungan Rachmad K. Dwi Susilo, M.A.). Ketika industrialisasi bermetamormosis sebagai gaya hidup, manusia melihat alam sebagai objek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga memunculkan problematika serta isu tentang ketidaksadaran atas lingkungan, terutama bagi yang memandang lingkungan sekedar sebagai obyek untuk dieksploitasi serta bersikap tidak adil terhadap lingkungan.
Berkembangnya isu tentang ketidaksadaran atas lingkungan ini didorong oleh keprihatinan terhadap aktivitas manusia dalam kehidupan sosial-ekonomi, terlebih terhadap sumberdaya alam. Aktivitas manusia ketika bersinggungan dengan sumberdaya alam dijadikan dasar bahwa manusia tidaklah begitu kontributif terhadap sumberdaya alam serta hanya mampu mengeklspoitasi tanpa melihat dampaknya.
Antroposentrisme sebagai representasi keserakahan manusia yang tidak hanya bersifat individual dan mengganggap bahwa manusia sebagai pusat keutuhan sistem alam. Selain itu Manusia merupakan bagian dari alam, serta masih memiliki kesadaran yang kurang akan pentingnya keseimbangan dalam ekosistem.
Manusia masih bersikap acuh tak acuh dan menganggap bahwa seluruh yang ada di bumi dapat digunakan tanpa ada batasnya untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehingga membuat manusia lupa akan ketergantungan serta keterkaitannya terhadap alam. Hal tersebut membuat manusia lepas dari determinasi ataupun dominasi alam kepada manusia dan menyampingkan hukum-hukum alam.
DISCLAIMER
|