Riuh Piala Dunia 2018 di Rusia telah perlahan melenyap dengan berbagai suguhan aksi berkelas pemain di lapangan. Yap, piala dunia edisi ke-21 FIFA ini merupakan kali pertama yang dihelat di dua benua sekaligus. Saking luasnya Rusia yang membentang dari timur Eropa hingga Utara Asia, menjadikan piala dunia edisi ini sebagai termahal dalam sejarah penyelenggaraan piala dunia. Dalam informasi yang dihimpun penulis, biaya penyelenggaraan piala dunia edisi ke-21 ini mencapai USD 14 miliar atau setara Rp 199,3 triliun dengan kurs 1 USD = Rp 14.293. Apakah begitu mahal? Ah tidak, kita saja yang belum terbiasa melihat uang dengan nominal sebanyak itu.
Nominal penyelenggaraan piala dunia edisi ke-21 tersebut hampir saja disusul oleh kelihaian Freeport dalam merugikan ”negara” atas perusakan ekosistem yang disebabkan oleh pembuangan limbah penambangan yang terjadi di Papua mencapai Rp 185 triliun atau lebih detailnya Rp 185.018.377.987.478 berdasarkan kalkulasi yang dikeluarkan oleh BPK berduet dengan akademisi dari IPB. Ini belum termasuk kerugian masyarakat atas konflik horizontal yang sering terjadi di areal pertambangan dan sekitar 8.000 buruh yang mengalami PHK oleh Freeport. Banyak sekali bukan? Sudah jangan nggumunan. Penulis pun berkeyakinan penuh bahwa Indonesia sudah layak menyelenggarakan piala dunia di nusantara secara finansial, kalau boleh dan kalau penting.
Keuntungannya tentu saja, bila Indonesia menjadi tuan rumah dan tim nasional kita bermain begitu baik, bukan tidak mungkin klub-klub di sekitar Eropa Timur dan Timur Tengah akan melirik pemain Indonesia yang bercirikan cepat dan dribble mumpuni. Ini akan membukakan jalan alternatif menuju surga bagi pemain Indonesia.
Kembali lagi ke Rusia, Prancis yang menahbiskan dirinya sebagai raja di turnamen tersebut tak bisa lepas dari sokongan para imigran dari benua Afrika yang nun begitu jauhnya dari hingar-bingar menara Eiffel sebagai pemain sepak bolanya, setidaknya ada 14 imigran di tim tersebut. Sepak bola, sekali lagi adalah jalan alternatif menuju surga bagi negara-negara MISKIN! Seperti negara kita di mana BPS mengeluarkan indikator rata-rata pengeluaran sebulan sekitar Rp 401.220 per bulan agar bisa dilabeli hidup di bawah garis kemiskinan. Atau sekitar Rp 11.000 sehari. Sedangkan yang hidup dalam kemiskinan, rata-rata pengeluarannya sekitar Rp 578.000 per bulan atau sekitar Rp 19.000 sehari. Wow! Itu setengah dari gaji Ronaldo di Juventus dalam satu menit (1 menit = 50,64 poundsterling atau sekitar Rp 1.000.000).
Di sisi lain, Brazil yang mengoleksi trophy terbanyak piala dunia saat ini juga memberikan privilege terhadap pemain bolanya untuk keluar dari neraka kemiskinan menuju jalan alternatif ke surga. Pada piala dunia edisi ke-20 di Brazil tahun 2014, Brazil sedang mengalami krisis ekonomi yang begitu parah hingga menimbulkan berbagai aksi protes di jalanan sewaktu penyelenggaraan, karena dalam perekonomian sedang krisis pemerintah malah mengalokasikan dana yang begitu besar untuk piala dunia. Dalam informasi yang dihimpun penulis, pertumbuhan perekonomian Brazil terus menyusut pasca piala dunia berlangsung hingga 2016 pertumbuhan perekonomian Brazil sekitar 3,8 % saja atau lebih rendah 8% dari 2014. Tapi bagi para pemain sepak bola Brazil seperti Neymar dan Marcelo yang bermain di Eropa krisis ini selayaknya hanya kerikil kecil dalam lari mereka.
Dengan begitu, sampai lah kita kepada sepak bola dalam bentuk struktur dominasi di mana pemain yang mempunyai skill tinggi akan mempunyai value lebih besar ketimbang pemain biasa-biasa saja seperti penulis yang kadang bermain bola hanya untuk bersenang-senang. Seperti Hidetoshi Nakata, pemain tim nasional Jepang yang pensiun pada usia 29 tahun di mana dia bermain sepak bola hanya untuk senang-senang bukan sebagai ajang untuk mencari ketenaran atau sebagai eskalator dalam usaha untuk panjat sosial. Nakata bermain sepak bola untuk tetap berada di Bumi sambil melangkahkan kaki menuju jalan alternatif ke surga.
Source:
https://ekbis.sindonews.com/read/1186511/35/krisis-ekonomi-brazil-menuju-rekor-terburuk-1488978930
DISCLAIMER
|