Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk membahas realitas di masyarakat menggunakan perspektif One Dimensional Man dari Herbert Marcuse. Dinamakan manusia satu dimensi karena di era modern ini manusia digiring untuk mengafirmasi apa yang diinginkan sistem dan bukan melawan. Lagi pula setiap kali ada perlawanan atau penolakan terhadap hal tersebut, yang terjadi justru hal itu diolah seakan-akan menjadi keuntungan dan merupakan hal yang baik atau wajar. Semua ini tidak lain adalah pengaruh dari iklan dan media sosial serta netizen yang senang untuk sekedar ikut-ikutan dengan trending topic.
Sebagai contoh, pada tahun 2018 lalu pada saat aplikasi Tik Tok melanda di kalangan anak muda terjadilah suatu peristiwa yang fenomenal. Ada seorang perempuan bernama Nurrani yang mengunggah videonya bernyayi ala Tik Tok tapi tidak menggunakan aplikasi, sontak video tersebut viral. Selain itu, perempuan muda ini juga mengaku sebagai istri sah Iqbaal Ramadhan, maka bertambah virallah peristiwa yang bagi saya pribadi memalukan ini. Bertepatan pada saat itu juga sedang viral film Dilan 1990 yang diperankan oleh Iqbaal Ramadhan sebagai pemeran utamanya.
Dunia media sosial langsung gempar dengan adanya peristiwa ini. Bertubi-tubi, fans Iqbaal membuli Nurrani dengan memenuhi media sosial dengan meme ataupun editan foto dan video lainnya yang tersebar melalui Instagram, Twitter, WhatsApp, bahkan Youtube. Sudah jelas-jelas bahwa peristiwa ini tidak pantas atau tidak baik, namun dalam kondisi seperti ini, di Indonesia justru Nurrani menjadi terkenal dan diundang dalam acara-acara di beberapa stasiun Televisi. Sudah jelas hal ini adalah giringan dari media sosial sehingga hal yang tidak baik justru menjadi fenomenal dan menguntungkan pihak tertentu.
Masih membahas menggunakan perspektif One Dimensional Man mengenai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebenarnya hendak membebaskan manusia dari tuntutan untuk bekerja keras ternyata menjadi sistem penguasaan total di dalam masyarakat. Berawal dari tuntutan teknologi yaitu untuk memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Kemudian agar barang-barang tersebut laku maka diciptakan mekanisme untuk memanipulasi kebutuhan melalui iklan-iklan. Jadi, kebutuhan masyarakat sebetulnya adalah kebutuhan palsu yang sengaja ditanamkan oleh kepentingan-kepentingan sosial ekonomi tertentu. Artinya, kontrol teknologis sudah sampai pada dimensi psikis manusia.
Sebagai contoh, maraknya Skin Care dengan harga melangit yang sedang melanda di kalangan pemuda terutama bagi wanita. Diciptakan dan di iklankan berbagai Skin Care dari Korea atau Jepang. Sehingga kaum muda tergiur karena munculnya iklan ini ada dimana-mana bahkan masyarakat yang ekonominya dibawah rata-rata saja ikut mencoba memakainya padahal hal ini sangat tidak baik untuk dirinya sendiri. Bagaimana tidak, dia mencari uang dengan susah payah tapi digunakan untuk hal-hal yang seharusnya bisa dibeli dengan harga murah bahkan bisa di dapatkan dengan bahan-bahan alami yang justru lebih bagus untuk efek kuliat jangka panjang.
Disini sudah jelas bahwa Skin Care dengan harga melangit ini adalah kebutuhan palsu yang diciptakan oleh kepentingan modal melalui iklan. Hal inilah yang menjadikan manusia satu dimensi yang hanya bisa mengafirmasi keinginan sistem, kecuali mereka yang sadar akan hal tersebut dan tidak ikut-ikutan dan tidak ikut terjebak dalam kebutuhan palsu tersebut.
DISCLAIMER
|