Keterasingan Manusia dalam Era Globalisasi di Media Sosial: Tinjauan Konsep Aliensasi Karl Marx

Image created by CopilotImage created by CopilotDalam era digital ini, garis batas antara dunia nyata dan dunia maya semakin kabur. Media sosial telah menjadi pusat interaksi manusia, di mana individu berbagi, berkomunikasi, dan menciptakan identitas mereka. Namun, di balik kecanggihan teknologi ini, muncul fenomena yang mengkhawatirkan; keterasingan manusia dalam realitas sosial mereka akibat eksistensi yang semakin dominan di ranah virtual. Bagaimana tidak, di zaman sekarang ini, hampir semua orang sudah bisa dipastikan mempunyai dan menggunakan gadget dalam keseharian mereka. Jutaan orang dari berbagai latar belakang dan kelas sosial terhubung melalui platform-platform seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, Telegram, dan lainnya. Namun, ironisnya, semakin dalam seseorang terhubung secara virtual, semakin terasa keterasingan dalam kehidupan nyata.

Tingkat konsumsi penggunaan media sosial yang tinggi juga menjadi semacam makanan sehari hari bagi masyarakat modern kini. sebab, media sosial telah menjadi salah satu sumber yang paling utama dalam menggali informasi dan berinteraksi sosial bagi banyak individu, terutama di kalangan generasi milenial dan Generasi Z. Namun, alasan penggunaan media sosial tidak hanya terbatas pada pelarian dari realitas yang jenuh, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan informasi dan sebagai hiburan.

Keterasingan di media sosial juga terkait dengan kecanduan. Banyak individu menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk menjelajahi dunia maya, mengorbankan waktu yang seharusnya dihabiskan untuk interaksi sosial langsung, produktivitas, dan kesehatanya. Ini menciptakan “lingkaran setan” di mana semakin banyak waktu dihabiskan di dunia virtual, semakin kuat rasa keterasingan dalam kehidupan nyata. penting bagi kita untuk memahami batasan antara realitas dan virtualitas. Keterlibatan yang berlebihan dalam dunia maya dapat merusak hubungan interpersonal, kesehatan mental, dan kesejahteraan secara keseluruhan. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran akan pentingnya menemukan keseimbangan antara kehidupan virtual dan nyata.

Alienasi dalam Konteks Marxisme

Alieniasi sendiri, adalah konsep yang diciptakan oleh Karl Marx, seorang filsuf, ekonom, dan teoretikus politik asal Jerman yang dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam sejarah pemikiran politik dan ekonomi. Marx dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan teori-teori sosialis dan komunis yang kemudian dikenal sebagai Marxisme. Menurut Marx, Alienasi adalah perasaan yang merujuk ke kondisi di mana individu merasa terpisah dari produk kerjanya, proses kerja itu sendiri, manusia lain, dan bahkan dari esensi kemanusiaannya. Ini berarti bahwa dalam sistem kapitalis, pekerja merasa tidak memiliki kendali atas apa yang mereka hasilkan, bagaimana mereka melakukannya, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan sesama manusia. Dengan kata lain, orang yang terpisah dari hasil kerjanya tersebut merasa terasingkan, sebab tidak mempunyai kendali atas apa yang telah dia kerjakan.

Karl Marx dalam Das Capital-nya menyerukan bahwa; didalam masyarakat kapitalis, hubungan produksi yang didasarkan pada kepemilikan swasta atas alat produksi menghasilkan alienasi. Pekerja menjual kekuatan kerja dan waktu mereka kepada pemilik modal untuk mendapatkan upah. Namun, hasil kerja mereka menjadi milik kapitalis si pemilik modal, pekerja tidak punya wewenang dalam laba hasil kerja mereka. Hal ini menyebabkan pemisahan antara pekerja dan produk kerja mereka, yang menciptakan rasa tidak memiliki dan kehilangan kendali atas pekerjaan para buruh.

Dalam era modern seperti ini, Alienasi tidak hanya relevan dalam konteks produksi kapitalis ala Karl Marx saja, tetapi juga tercermin dalam berbagai aspek kehidupan saat ini, termasuk hubungan sosial, budaya, dan bahkan pengalaman digital. Media sosial dan teknologi informasi, meskipun menawarkan koneksi yang luas, sering kali memperkuat perasaan terasing dan tidak memiliki, karena individu terjerat dalam siklus konsumsi digital yang tidak berujung.

Alienasi Identitas dalam Dunia Maya

Meskipun media sosial memperluas koneksi sosial manusia, interaksi yang terjadi seringkali memiliki kualitas yang lebih rendah daripada pertemuan tatap muka. Hal ini dapat menyebabkan perasaan terasing karena meskipun jaringan sosial lebih luas, pemahaman dan kedekatan dengan orang lain tetap terbatas. Individu cenderung menjadi teralienasi, merasa terpisah meskipun terhubung secara virtual. Secara keseluruhan, analisis tentang alienasi dalam media sosial membuka pintu untuk pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas hubungan antara individu dan teknologi modern. Penting bagi masyarakat untuk memahami dampak negatif yang mungkin timbul dari penggunaan media sosial secara berlebihan, serta untuk mengembangkan strategi yang sehat untuk mengelola konsumsi media sosial guna menjaga kesejahteraan mental dan sosial mereka.

Fitur-fitur seperti tombol "Suka" dan jumlah pengikut memengaruhi persepsi individu tentang persetujuan sosial. Meskipun media sosial menawarkan konektivitas yang luas, kesepian dan perasaan terkucil masih bisa muncul. Ada tekanan untuk terus terlibat dalam media sosial sebagai cara untuk mengatasi kesepian, meskipun hal ini hanya memperkuat perasaan kesendirian. Afirmasi sosial dalam dunia maya menjadi suatu tantangan yang mirip dengan ujian, di mana seseorang yang menghadapinya dapat menimbulkan keinginan untuk mengulangi proses tersebut hingga berhasil.

Keterasingan dalam era globalisasi di media sosial yang kita temui sekarang ini termanifestasi dalam beberapa bentuk. Pertama, ada distorsi identitas. Di dunia maya, individu memiliki kebebasan untuk menciptakan gambaran diri mereka sebagaimana yang mereka inginkan (personal branding). Mereka dapat mengubah penampilan fisik mereka, merubah latar belakang kehidupan mereka, dan bahkan menciptakan cerita fiksi tentang diri mereka sendiri. Akibatnya, realitas dan virtualitas menjadi sulit dibedakan, menyebabkan perasaan kebingungan dan ketidakpastian.

kedua, media sosial juga memberikan platform untuk perbandingan sosial yang tidak sehat. Pengguna seringkali terjebak dalam perbandingan kelas sosial, terutama ketika mereka melihat kehidupan glamor yang dipromosikan oleh influencer dan selebriti. Ini memicu perasaan tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri dan menimbulkan rasa inferioritas dan kecemburuan sosial yang mendalam.

Belum lagi unggahan konten konten yang hadir dalam media sosial seseorang memiliki kecenderungan untuk menarik empati, kesenangan, kebingungan, amarah, pengalaman traumatis  dan perasaan perasaan lainya sehingga dapat memengaruhi secara emosional dan psikologis individu yang berinteraksi dengan konten tersebut. Unggahan konten-konten tersebut seringkali mencakup beragam topik, mulai dari peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang seperti perjalanan, pencapaian, hingga momen-momen pribadi yang sensitif seperti kesedihan, kegagalan, atau konflik interpersonal sampai isu isu politik terkini.

Dalam beberapa kasus, interaksi dengan konten-konten semacam ini dapat menciptakan lingkungan yang memicu perdebatan, konflik, atau bahkan cyberbullying. Komunitas daring seringkali menjadi tempat di mana individu saling bersaing untuk mendapatkan perhatian, dukungan, atau pengakuan dari sesama pengguna media sosial, yang dapat meningkatkan tingkat stres dan ketegangan dalam hubungan antarindividu.

Selain itu, adopsi model bisnis yang mengutamakan perhatian di berbagai platform media sosial juga memengaruhi jenis konten yang diproduksi dan dikonsumsi oleh pengguna. Banyak platform memanfaatkan algoritma untuk menampilkan konten-konten yang paling mungkin menarik perhatian dan mempertahankan pengguna di platform tersebut, seringkali mengabaikan dampak psikologis jangka panjang dari konten tersebut.

Akibatnya, pengguna media sosial seringkali terjebak dalam siklus konsumsi konten yang bersifat emosional atau kontroversial, yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional mereka. Terlebih lagi, ketidakseimbangan antara konten positif dan negatif di media sosial juga dapat menciptakan ketidakseimbangan emosional dalam hidup individu, menyebabkan mereka merasa terbawa arus perasaan-perasaan yang tidak seimbang dan merugikan.

Dalam konteks ini, penting untuk mengakui bahwa meskipun media sosial memiliki manfaat yang signifikan dalam menghubungkan orang-orang secara global, penggunaannya yang berlebihan dapat membawa dampak negatif pada kesejahteraan psikologis seseorang. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mengambil langkah-langkah untuk mengelola penggunaan media sosial mereka, termasuk membatasi waktu layar dan meningkatkan interaksi langsung dengan orang lain di dunia nyata. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa individu dapat mengurangi risiko merasa terasingkan dan mempertahankan keseimbangan yang sehat antara kehidupan daring dan kehidupan nyata.

Referensi:

Halomoan Harahap, “PENGARUH ALIENASI TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL,” KOMUNIKOLOGI: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi 16, no. 2 (2019), https://doi.org/10.47007/jkomu.v16i2.214.

  Mumu Munajah, Neneng Gina Agniawati, dan Suci Indah Sari, “Globalisasi Dan Alienasi: Dampak Media Sosial Terhadap Keterasingan Manusia,” Integritas Terbuka: Peace and Interfaith Studies 2, no. 1 (5 Mei 2023): 35–46, https://doi.org/10.59029/int.v2i1.8.

[1] Hariyanto H, “Alienasi Digital Di Indonesia: Analisis Pemikiran Karl Marx Dan Dampak Sosial Media Terhadap Alienasi Manusia,” Socius: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial 1, no. 7 (10 Februari 2024), https://doi.org/10.5281/zenodo.10644066.

Diky Kurniawan Arief
Penulis: Diky Kurniawan Arief
Tentang Saya
Mahasiswa Prodi Aqidah Filsafat Islam di UIN Sunan Ampel Surabaya
Tulisan Lainnya

DISCLAIMER

  1. Penulis bertanggung jawab penuh atas tulisan (termasuk gambar atau konten lain) yang dikirim dan dipublikasikan di Rumah Sosiologi, kecuali bagian-bagian yang dirubah atau ditambahkan oleh redaksi.
  2. Jika ada pihak yang keberatan dengan konten tulisan (baik berupa teks, gambar atau video) karena berbagai alasan (misalnya, pelanggaran hak cipta, pencemaran nama baik, atau hal lain yang melanggar hukum), silahkan menghubungi kami melalui email rumahsos.id[at]gmail[dot]com.
  3. Lebih lengkapnya, silahkan baca halaman DISCLAIMER

Tentang Kami

Rumah Sosiologi adalah komunitas independen tempat nongkrong para pecinta sosiologi seluruh Indonesia. Jangan lupa follow akun kami untuk mendapat update terbaru:

Ingin berkontribusi?

Hobby nulis? Punya info menarik soal jurnal, ebook, atau apapun yang berkaitan dengan sosiologi? Share donk di sini, daripada ditimbun, ntar basi :D. Baca CARA & PEDOMAN MENULIS.

Cari Artikel di Sini