Penulis : Vijay Prashad
Penerjemah : Ronny Agustinus
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan : Agustus, 2020
Tebal : i – viii + 137 halaman
ISBN : 978-602-0788-01-2
Sirene Revolusi Oktober menggema hingga pelosok dunia ketiga. Revolusi menjalar tumbuh memancang gelanggang pergerakan di bagian negara terkucil itu. Di mulai dari gerakan kolektif kesadaran hak para petani dan buruh berhasil menumbangkan kekaisaran Tsar di Rusia pada Oktober 1917.
Oktober Merah menjadi penanda masyhur ihwal Revolusi besar-besaran pecah mengawal tumbuhnya inspirasi yang menggema dari Kuba hingga Vietnam, dari China sampai Afrika Selatan. Inilah sebuah revolusi yang membuktikan bahwa para petani dan kaum buruh bisa bersatu menggulingkan sebuah tatanan autokrasi.
Sang dalang di balik revolusi ini, V.I Lenin sebelumnya sudah berseloroh “kita memerlukan para buruh dan petani di inti perjuangan kita “. Jauh hari pada Februari 1917, gerakan yang terpukau pesona pernyataan Lenin, lantas menyengat menggerakkan emansipasi buruh dan tani wanita kala itu. Emansipasi bertujuan membebaskan diri mereka dari belenggu kapitalisme imperium Tsar.
Mereka bernada getir berapi-api. “Kembalikan suami-suami kami dari Medan perang”, “Roti untuk anak-anak kami”. Seru mereka. Hari itu merupakan Hari Perempuan Pekerja Internasional. Jalanan Petrograd dibanjiri demonstran buruh yang menuntut hak mereka. Revolusi Februari belum selesai dengan beberapa alasan yang masih spekulatif.
Dan puncaknya, pada Oktober 1917 revolusi di Soviet berhasil meyakinkan dunia--- terkhusus negara-negara bekas koloni---bahwa para buruh dan tani dari kelas proletar berhasil menggulingkan sistem autokrasi di bawah pengaruh Lenin dan menjadi awal berdirinya Republik Sosialis Uni Soviet.
Vijay Prashad, seorang intelektual Marxis India, berhasil merekamnya dalam Bintang Merah Menerangi Dunia Ketiga. Sebuah rekam jejak narasi historis yang berbungkus apik lewat suguhan penceritaan khas bersastra. Bercerita ihwal imbas Revolusi Oktober dalam kaitan tumbuhnya inspirasi pergerakan bagi dunia ketiga.
Kendati tidak secara komprehensif pembahasan ihwal Revolusi Oktober, namun Prashad berhasil menguak sisi lain Revolusi Oktober bagi jalannya revolusi di negara yang masih baru belajar merangkak. Sebut saja India, Kuba, Mesir, dan pelbagai negara bekas koloni. India, Mesir, dan Amerika Latin.
Negara-negara tersebut awalnya masih diterungku kabut kapitalisme, kolonialisme, dan eksploitasi besar-besaran oleh kaum borjuis. Sehabis gaung Revolusi Oktober yang menakjubkan, barulah kesadaran revolusi terpatri di hampir lini praksis sosial. Ini dibuktikan dengan adanya pendirian partai-partai komunis bermaksud aspirasi revolusi di negara-negara tersebut.
Berlatar Soviet era Tsar, pembahasan kian menarik saat kita melihat sesosok Lenin yang tak henti-hentinya membangun relasi di tengah kaum proletar Soviet. Ia menakhtakan proses perjuangan kelas bawah di atas segalanya. Baginya, peran kaum tani itu penting.
Dalam Perkembangan Kapitalisme di Rusia (1899), sebuah kajian pertamanya yang berakar pada masalah petani, Lenin begitu getol mewacanakan sebuah deklarasi perihal kesejahteraan kaum tani. Seperti orang bilang waktu itu, Rusia, adalah masyarakat petani. Mengabaikan peran petani kecil berarti mengabaikan potensi revolusioner yang mengendap di pedesaan. (Hal-51)
Lenin menunjukkan bahwa kaum tani menginginkan “tanah dan kebebasan”. Tuntutan ini harus dipenuhi seutuhnya, kata Lenin, tetapi harus diperluas menjadi tuntutan akan sosialisme. Perjuangan kaum tani, sebuah titik penting embrio revolusi. Kegagalan revolusi Soviet Februari 1917 yang menelan banyak pengorbanan rakyat mesti dihidupkan kembali dalam sebuah gerakan masif di kemudian.
Pengaruh Lenin terjalin begitu kuat. Jauh hari ia tenggelam dalam garapan berlembar tesisnya. Tesis menunjukkan kesungguhan Lenin pada sebuah idealisme masyarakat petani Soviet. Berisikan poin-poin penting yang sanggup menangkap perasaan massa rakyat untuk mogok, membangkang, dan berdemonstrasi. Lebih dari itu, poin penting tesisnya juga telah digadang ampuh melengserkan Tsar.
Sebagian besar poinnya merupakan representasi adiluhung intelektual seorang Lenin yang menakhtakan keharusan adanya legitimasi kekuasaan bagi kaum proletar. Di antaranya ; 1. Bahwa Revolusi dan kekuasaan akan terus bergerak berpindah dari borjuis ke buruh dan tani, 2. Bahwa tatanan baru tidak bisa dilandaskan kepada parlemen kecuali perwakilan kaum pekerja, dan buruh tani, 3. Bahwa pemerintahan provisional, pemerintahan kaum kapitalis, jangan didukung (Hal-22).
Teori yang diajukan Lenin oleh tesisnya inilah yang menarik massa ke partai Bolshevik. Dari April yang cuma berjumlah 10.000 menjadi setengah juta pada Oktober. Narasi kemudian berlanjut pada awal September 1947. Mulai meluap ketidaksabaran di kalangan buruh tani sembari menerbitkan resolusi demi resolusi. Di sela-sela itu, Lenin menyeru “Pemberontakan adalah seni”.
Seni pemberontakan yang dimaksud berhajat sebuah pelumeran untuk memperkaya intelektual buruh tani. Bedil dan senapan belum cukup dijadikan persenjataan absolut di hadapan musuh, mereka mesti dipersenjatai melek literasi. “Tanpa literasi tidak akan bisa ada politik ; tanpa nya ada desas-desus, gosip, dongeng, dan prasangka, tapi bukan politik”. Begitu Lenin meruah.
Kelak, laku ber-literasi terus didengungkan Lenin di Soviet. Mengendap secara perlahan menjadi sebuah kebijakan baru. Yaitu kebijakan pemberantasan buta huruf. Lenin percaya akan sebuah kekayaan yang luber untuk mencapai ini. Adanya seabrek instrumen literasi tersedia begitu banyak. Tinggal direalisasikan melalui korelasi antar penyedia dan pegiat literasi setempat.
Melalui pemuliaan adab literasi yang didaktis, wawasan masyarakat Soviet kian kritis mendamba angin segar suksesi kepemimpinan yang bernaung di bawah kaum proletar. Harapan mereka berlanjut pada sebuah tuntutan yang lebih spesifik. Sebuah tuntutan berupa adanya republik baru, terbentuknya Republik Soviet. Di mana kaum proletarlah yang akan mengendalikan ragam kebijakan.
Revolusi Oktober terjadi melalui tuntutan spesifik itu. Kemenangannya pun membuat Subramania Bharati, penyair revolusioner Tamil, sukses membikin ode “Rusia Baru”. /Kehidupan rakyat sebagaimana mereka sendiri menginginkannya// Hukum untuk mendongkrak hidup insan jelata//Ikatan penghambaan sekarang tiada// Tak ada budak lagi kini.
Di Meksiko 1924, penulis Manuel Maples Arce beserta rekan-rekan, menulis puisi sublim dengan bahasa penuh takjub. Berikut penggalannya. / Paru-paru Rusia// Menghembuskan pada kita // angin revolusi sosial. Melalui puisinya ini, ia hendak mencari cara baru untuk mengejawantahkan dunia baru di Meksiko yang juga mengalami nasib serupa dengan Soviet sebelum revolusi.
Pada peringatan Soviet yang kesepuluh, Jawarhalal Nehru, pemimpin Partai Kongres India, berkunjung ke Soviet. Ia dibuat takjub oleh kemampuan “masyarakat petani” Yang berpindah dengan cepat dari kemelaratan ke rasa sepenanggungan, dari lapar ke kelebihan. Karena baik India dan Uni Soviet sama-sama negeri petani dengan masalah kemiskinan dan buta huruf yang sama. Untuk itulah ia begitu tertarik pada Rusia (hal-54).
Inilah sekelumit inspirasi dari gerakan Revolusi Oktober yang memberi nyawa bagi jalannya emansipasi negara-negara jajahan. Tidak hanya berimbas pada kondisi sosial-politiknya, tapi juga perkembangan kebudayaan yang berubah secara masif dengan ditandai kemajuan di bidang susastra. Di Amerika Latin misalnya, setelah Revolusi Oktober banyak sastrawan dan pujangga masyhur bermunculan.
Prashad memperkaya buku dengan data-data detail yang jarang diulik publik. Ini merupakan perwujudan proses panjang bidang keilmuannya yang tertungkus lumus dengan dunia Marxis. Ada banyak bacaan sekunder dan kumpulan karya Lenin, Marx, Engels, dan Mao selama proses penulisan. Buku hadir dipelopori oleh kelompok LeftWorld di mana jilid pertama memuat esai-esai anggota inti kelompok.
Meski bukan kajian komprehensif, namun memiliki harapan besar pada generasi baru untuk melihat pentingnya revolusi ini bagi buruh dan tani di belahan dunia yang nestapa di bawah dominasi kolonial. Selamat membaca.
DISCLAIMER
|