Senja Bersama Cinta

Buku Sosiologi CintaBuku Sosiologi CintaBagi seniman CINTA adalah puncak moralitas
Bagi Sufi CINTA adalah suluk
Bagi Pejuang CINTA adalah revolusi
Bagi Rumi CINTA adalah Tuhan

Pendapat diatas menggambarkan bagaimana rumitnya menguraikan tentang esensi dan makna cinta. Membicarakan cinta ibarat menyelam ke dalam laut yang sangat dalam, serta mengarungi samudra yang tidak bertepi, atau seperti orang yang masuk ke dalam hutan kemudian tersesat yang kemungkinan sulit untuk ia temukan jalan pulang. Cinta adalah kata yang tidak akan mampu dan diurai secara menyeluruh, karena ia adalah inti bagi semua kehidupan. Cinta adalah gejala yang bersifat purbakala dan semua orang memiliki serta merasakan sengatannya. Sejarah cinta adalah sejarah tentang proses pencarian “diri individu” ke dalam “diri orang lain” yang melebur dalam “cinta”. Cinta adalah proses peleburan diri dengan orang yang kita cintai tanpa syarat dan ketentuan. Pencarian cinta adalah proses menemukan “kepingan hati” kita ke dalam “kepingan hati sang orang lain” dalam kalimat “saling mencintai”.

Pertanyaan yang sulit mencari jawabannya adalah pertanyaan tentang cinta. Jika kita tanya pada filosof eksistensial tentang apa itu cinta maka mereka akan menjawab cinta itu sama dengan “kehadiran”. Dan kehadiran tersebut direalisasikan secara sempurna dalam “cinta”. Dalam cinta “aku” dan “engkau” melebur dalam “kita”. “Kita” adalah kata yang mewakili kesatuan ontologis. Karena “aku” bukanlah bagian dari “engkau” maka yang bisa menyatukan “aku” dan “engkau” adalah “kita”. Hanya dalam “kita” cinta dapat menemukan diri serta merayakan kebebasan eksistensialnya. Karena kehadiran “engkau” dalam “diriku” tidak membuat eksistensiku hilang. “Engkau” hadir untuk memperjelas “kehadiranku” dalam kehidupan sosial. Adanya engkau maka, aku ada.

Seorang filosof Gabriel Marcel mengatakan bahwa eksistensi manusia itu tidak mutlak, melainkan “yang ada” itu berhubungan dengan “ada yang lain”. Oleh karena itu, yang menempatkan diri sebagai subjek adalah “aku” dan yang sebagai objek adalah “engkau” atau “dia”. Dalam hubungan “aku engkau” ini ditentukan oleh cinta dan percaya kepada yang lain berarti cinta kepada yang lain, lalu kepercayaan itu menciptakan diri ku. Kesetiaan atau cinta yang menciptakan aku ini dasarnya adalah partisipasi manusia kepada Tuhan. Jadi dengan cinta kasihlah orang bisa mendekati rahasia manusia. Dengan cinta orang dapat melampui keterbatasannya karena dalam cinta ada unsur transedensi menjadi bekal ia untuk melawan kelemahannya.

Banyak kita saksikan orang menyerahkan nyawanya bangga kepada sesuatu yang ia paling berharga. Penghargaan orang pada cinta dapat mengalahkan segalanya. Hal yang di perlukan oleh cinta kepada seseorang adalah kerelaan kita menyerahkan diri dan melepaskan segala apriori. Cinta bukan keinginan untuk menguasai, perlu kerendahan hati untuk dapat menyelami kedalamannya. Cinta menjadi tema sentral dalam relasi “aku dan engkau” karena dalam cinta “aku” dan “engkau” menyatukan hati menjadi “kita”. Term “kita” adalah representasi dari “egonya aku” dan “egonya engkau”. “Aku” dan “engkau” mencoba berdamai dalam cinta. Manusia dalam cinta menemukan dirinya pada sosok yang lain bernama laki atau perempuan. Perasaan cinta adalah bahasa manusia dan alam yang turut serta mewarnai dunia ini dengan berbagai cerita. Orang boleh berbeda dalam beberapa hal tapi hanya cinta yang bisa menyatukan mereka. Berjalan bersama cinta menemukan diri bersama yang lain dalam cinta.

Banyak orang menganggap cinta hanyalah perasaan yang menyenangkan pada seseorang. Untuk mengetahui bagaimana rasa cinta maka seseorang terlebih dahulu harus “jatuh cinta”. Ketika seorang jatuh cinta maka tidak hanya berefek pada perasaan. Tapi, seluruh bagian tubuhnya akan mengalami perubahan sampai pada sel-sel terkecilnya. Mencintai adalah upaya manusia untuk menemukan “makna hidup”. Seorang filosof Viktor mengatakan “orang-orang yang mempunyai tujuan atau makna dalam hidupnya dapat bertahan dan berkembang, bahkan dalam situasi yang paling mengerikan sekalipun. Sebaliknya, orang-orang tidak menemukan makna dalam hidupnya, dengan cepat melemah, roboh, dan mati karena apatis dan putus asa”. Artinya untuk menemukan makna hidup yang lebih bermakna hanya ada dalam “cinta”.



Dapatkan bukunya, #70k. Order via akun fb penulis: Syukurman Al-Qarni

Sosiologi Cinta, Syukurman Al-QarniSosiologi Cinta, Syukurman Al-Qarni


 

Syukurman Al-Qarni
Penulis: Syukurman Al-Qarni
Tentang Saya
Penulis buku Sosiologi Cinta

DISCLAIMER

  1. Penulis bertanggung jawab penuh atas tulisan (termasuk gambar atau konten lain) yang dikirim dan dipublikasikan di Rumah Sosiologi, kecuali bagian-bagian yang dirubah atau ditambahkan oleh redaksi.
  2. Jika ada pihak yang keberatan dengan konten tulisan (baik berupa teks, gambar atau video) karena berbagai alasan (misalnya, pelanggaran hak cipta, pencemaran nama baik, atau hal lain yang melanggar hukum), silahkan menghubungi kami melalui email rumahsos.id[at]gmail[dot]com.
  3. Lebih lengkapnya, silahkan baca halaman DISCLAIMER

Tentang Kami

Rumah Sosiologi adalah komunitas independen tempat nongkrong para pecinta sosiologi seluruh Indonesia. Jangan lupa follow akun kami untuk mendapat update terbaru:

Ingin berkontribusi?

Hobby nulis? Punya info menarik soal jurnal, ebook, atau apapun yang berkaitan dengan sosiologi? Share donk di sini, daripada ditimbun, ntar basi :D. Baca CARA & PEDOMAN MENULIS.

Cari Artikel di Sini