Pemberdayaan masyarakat merupakan sebuah alternatif pembangunan yang harus berbasis pada masyarakat (Community Based Development), artinya pembangunan berawal dari masyarakat, dikelola oleh masyarakat, dan dimanfaatkan untuk masyarakat. Pemberdayaan dipahami sangat berbeda menurut cara pandang orang maupun konteks kelembagaan, politik dan sosial budayanya.
Salah satu metode untuk mempermudah proses pemberdayaan adalah metode PLA (Participatory Learning and Action) yang merupakan bentuk baru dari metoda pemberdayaan masyarakat yang dahulu dikenal sebagai "learning by doing" atau belajar sambil bekerja. Secara singkat, PLA merupakan metoda pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari proses belajar tentang suatu topik, seperti pesemaian, pengolahan lahan, perlindungan hama tanaman, dll. Yang segera setelah itu diikuti aksi atau kegiatan riil yang relevan dengan materi pemberdayaan masyarakat tersebut.
Tulisan ini mengulas pengalaman pemberdayaan yang pernah kami lakukan dengan menggunakan metode PLA, tepatnya di Desa Sri Tiga yang berada di Kecamatan Sumber Marga Telang, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pemberdayaan yang kami lakukan ini berbasis pada kreativitas dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Desa Sri Tiga di Kecamatan Sumber Marga Telang merupakan salah satu desa dengan potensi kelapanya yang cukup tinggi. Tetapi dalam pengolahannya masih banyak masyarakat belum bisa mengolah potensinya dengan baik. Padahal, Tanaman kelapa disebut juga tanaman serbaguna, karena dari akar sampai ke daun kelapa bermanfaat, demikian juga dengan buahnya. Buah adalah bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri.
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung kelapa, daging buah kelapa dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping (by product) dari buah kelapa juga dapat diolah menjadi berbagai produk yang nilai ekonominya tidak kalah dengan daging buah (Lay dan Pasang, 2003; Maurits, 2003; Nur et al., 2003).
Berbagai produk dapat dihasilkan dari buah kelapa . Dalam hal ini peneliti melihat potensi dari sabut kelapa dari desa ini yang cukup besar dan tidak di berdayakan pengolahannya. Potensi yang ada memiliki prospek masa depan yang baik karena potensi alam yang melimpah dan mempunyai tujuan untuk membangun kemandirian masyarakat.
Masalah pada pengolahan limbah kelapa
Di Desa Sri Tiga pada umumnya sabut dibiarkan terletak di dekat pohon kelapa sehingga terkena hujan dan panas akibatnya, sabut tersebut rusak karena sudah menumpuk di dekat rumah. Bahkan sabut sengaja dibiarkan di pinggir sungai yang lama-kelamaan tumpukan sabut kelapa tersebut masuk ke dalam sungai. Dan tentunya hal ini berpengaruh pada lingkungan, ekosistem sungai tersebut akan terganggu dan berdampak pada lingkungan karena sabut kelapa yang tidak dimanfaatkan akan menjadi sampah yang sulit terurai oleh air maupun mikroorganisme, sehingga apabila sabut ini hanya dibuang saja akan menjadi sarang penyakit.
Selain itu, limbah ini dapat mengeluarkan bau yang tidak sedap apabila didiamkan selama berhari-hari, dan juga dapat mengurangi keindahan di lingkungan sekitar. Bila sabut kelapa ini dimanfaatkan akan mengurangi dampak sosial yang ditimbulkan, salah satunya yaitu masyarakat sekitar tidak akan terganggu dengan adanya bau yang ditimbulkan dari limbah tersebut dan juga dapat memperindah lingkungan sekitar. Serta jika sabut kelapa tersebut dimanfaatkan salah satunya sebagai bahan jok mobil dan yang lainnya, tentunya akan menambah penghasilan masyarakat secara ekonomi.
Strategi Pemberdayaan
Strategi yang dilakukan dalam memberdayakan masyarakat Desa Sri Tiga melalui metode PLA (Participatory Learning and Action) atau proses belajar dan praktek secara partisipatif, antara lain:
- Memberdayakan dan memberikan keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat desa Sri Tiga untuk bisa memanfaatkan sumber daya alam di sekitar lingkungan rumah salah satunya olahan kelapa bisa dikelola sebagai pengembangan usaha
- Sebagai upaya untuk menghemat pengeluaran rumah tangga dan menciptakan peluang usaha.
- Penyuluhan melalui penyampaian materi tentang bagaimana pola dan strategi untuk mengembangkan usaha olahan kelapa Setelah kegiatan penyuluhan dan pelatihan selanjutnya kegiatan pembinaan sebagai upaya pendampingan terhadap mitra kegiatan pengabdian masyarakat ini. Hal ini diperlukan untuk membantu mitra mengatasi permasalahan yang berkenaan dengan kekurangpahaman dalam pelaksanaan limbah sabut kelapa dan pengelolaanya untuk mendatangkan penghasilan
Adapun bentuk partisipasi masyarakat sebagai mitra adalah sebagai berikut:
- Kemampuan memahami pola dan strategi pengembangan usaha olahan kelapa melalui saluran distribusi pemasaran.
- Bagaimana memahami berusaha sendiri dan memanfaatkan potensi diri
- Bagaimana memahami penguatan sumber daya manusia dalam melakukan usaha
- meningkatkan peran kelembagaan perkebunan kelapa melalui pembinaan Kelompok Usaha Bersama yang bergerak dalam usaha pengolahan sabut kelapa
Sementara manfaat yang diharapkan dari dari kegiatan ini adalah:
- Sisi ekonomi: masyarakat dapat mengembangkan keahlian usaha bisnis yang mendatangkan profit atau keuntungan.
- Sisi penerapan IPTEK: masyarakat dapat menjadi "trainer" bagi masyarakat desa sri tiga yang lain, yang belum mengikuti pelaksanaan penyuluhan /pembinaan program pemberdayaan ini, untuk berusaha memanfaatkan hasil sumber daya alam yang ada di Desa Sri Tiga lebih khusus pemanfaatan hasil olahan kelapa
- Sisi sosial budaya : terinspirasi dengan pola pemberdayaan dengan cara mandiri dan entrepreneur serta membangun interaksi sosial
Proses Pemberdayaan
Program pemberdayaan yang akan peneliti jalankan yaitu pada pemberdayaan pengolahan sabut kelapa peneliti memilih pemberdayaan cocopeat. Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah menjadi hardboard. Permintaan cocopeat diperkirakan akan meningkat tajam karena di samping tekanan isu lingkungan yang berkait dengan penggunaan gambut alam juga karena mutu produk yang ternyata lebih baik daripada gambut alam.
Ekspor serat sabut Indonesia pernah mencapai 866 ton, sedangkan 2 tahun terakhir hanya mencapai 191 ton/tahun. Sedangkan cocopeat datanya belum tersedia, namun sebagai gambaran, setiap memproduksi serat sabut sebanyak 1 ton bersamaan dengan itu dihasilkan 1,8 cocopeat. Harga cocopeat Rp. 400,-/kg (Nur et al., 2003; Allorerung et al., 1998). karna sabut kelapa yang menumpuk pada desa sri tiga membuat peneliti menjalankan program itu.
Walaupun pemberdayaan yang dilakukan tidak banyak menghasilkan perubahan dalam masyarakat, tetapi peneliti telah mengajarkan pembuatan cocopeat dan pentingnya pengelolaan sabut kelapa. pemberdayaan ini memang tidak bisa dikatakan sepenuhnya berhasil karena beberapa kendala seperti dalam melakukan pemberdayaan di Desa Sri, seperti kurang berkembangnya PKK. Hal ini dikarenakan sebagian warga desa Sri Tiga bekerja sebagai pengupas kelapa, dan bekerja di pabrik baik milik swasta maupun warga. Para warga telah sibuk melakukan pekerjaan di pabrik. Ketika peneliti mensosialisasikan cara pembuatan cocopeat dan pengelolaan sabut kelapa, keluhan utama warga adalah kurangnya waktu dalam mengelola sabut dikarenakan pekerjaan mereka di pabrik.
Sayangnya program itu tidak lagi diterapkan warga. Hal ini yang menjadi masalah utama dalam pemberdayaan masyarakat di desa Sri Tiga. Kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk pengolahan limbah kelapa belum dapat diperluas ke seluruh wilayah Desa Sri Tiga. Kesadaran arti pentingnya pengolahan limbah sabut kelapa belum tinggi, sehingga kegiatan ini belum didukung secara masif oleh seluruh komponen masyarakat dan pemerintah lokal.
Sinergi antara masyarakat, pemerintah, serta perguruan tinggi dan swasta belum optimal, sehingga kolaborasi belum melembaga. Harapan peneliti sendiri supaya sabut kelapa bisa di manfaatkan warga agar bisa bernilai tinggi dan bisa menambah penghasilan warga
DISCLAIMER
|